Info Guru, Info Dapodik

Rabu, 29 Maret 2017

Angka minimal (passing grade) kelulusan uji kompetensi guru (UKG) 2016 dinilai terlalu tinggi.

Sahabat Guru, sudah tahukah anda bahwa angka minimal (passing grade) kelulusan uji kompetensi guru (UKG) 2016 dinilai terlalu tinggi.

Dalam UKG ulang 2017 yang dilaksanakan mulai 25 April nanti, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) diharapkan menurunkan angka minimal kelulusan.

Seperti diketahui pada UKG 2016 ditetapkan nilai minimal kelulusan sebesar 80 poin.

Guru peserta UKG yang tidak bisa mencapai nilai itu, dinyatakan tidak lulus pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG).

Setelah hasil UKG 2016 diumumkan, ada 41.218 orang guru dinyatakan tidak lulus.

Otomatis kesempatan mereka untuk mendapatkan sertifikat profesi pendidik, sebagai syarat menerima tunjangan profesi guru (TPG) tertunda.

Mantan rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang terlibat dalam pelaksanaan UKG 2016 Rochmat Wahab menuturkan, tidak benar bahwa nilai minimal kelulusan UKG itu ditetapkan oleh kampus LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan).

’’Passing grade itu ditetapkan oleh Kemendikbud. Katanya waktu itu sudah dapat persetujuan wakil presiden,’’ katanya kemarin.

Rochmat mengatakan tahun ini dirinya merupakan pihak yang keberatan dengan nilai kelulusan UKG yang mencapai 80 poin itu.

Alasannya adalah nilai rata-rata UKG 2015 yang diperoleh guru hanya sekitar 43 poin.

Menurutnya dari teori evaluasi, meningkatkan nilai kelulusan mencapai 80 poin, padahal nilai rata-rata guru hanya 43 poin, itu tidak realistis.

’’Idealnya kenaikannya cukup 50 persen dari nilai rata-rata UKG 2015,’’ kata mantan wakil ketua Asosiasi LPTK Negeri itu.

Sehingga ketika nilai rata-rata UKG 43 poin, maka nilai kelulusan yang wajar itu cukup 65 poin sampai 70 poin.

Menurut dia nilai 65 poin sampai 70 poin itu sudah setara dengan skor B (baik).

Guru besar bidang pendidikan anak berbakat itu mengatakan dia khawatir jika Kemedikbud tetap memaksakan nilai minimal kelulusan UKG sebesar 80 poin.

Apalagi ada informasi Kemendikbud bakal menerapkan beberapa modifikasi penentuan nilai. Diantaranya adalah menjadikan lama mengajar sebagai salah satu variabel penilaian.

’’Apalah artinya dapat nilai tinggi, tetapi kalau penilaiannya tidak fair,’’ kata Rochmat.

Dia menegaskan bahwa guru-guru yang bakal mengikuti UKG ulang 2017 adalah guru yang sudah mengajar sejak 2006 dan sebelumnya. Pemerintah mendapatkan amanah untuk menanggung proses sertifikasi mereka.

Rochmat mengkhawatirkan jika Kemendikbud tetap kaku dengan nilai minimal 80 poin, bakal ada guru yang tidak lulus UKG lagi.

Sehingga bakal dibuka kembali UKG berikutnya, sampai seluruh guru yang menjadi tanggungan pemerintah lulus ujian.

’’Pemerintah harus efisien dalam menggunakan anggaran. UKG ini jangan dijadikan proyek,’’ jelasnya.

Hingga kemarin Kemendikbud belum menyampaikan dengan detail kriteria kelulusan UKG ulang 2017.

Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Sumarna Surapranata belum bersedia dimintai komentar.

Sementara itu Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim menilai angka 80 persen itu wajar.

Berita ini bersumber dari JPNN.
Share:

Selasa, 28 Maret 2017

4000-an Guru PNS dan Honor Sudah Tersertifikasi di Bulukumba

Sahabat Guru, sudah tahukah anda bahwa Sekitar 4.128 orang tenaga guru di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan yang sudah tersertifikasi.

Guru tersebut berstatus PNS maupun non PNS (honor).

"Kalau guru secara keseluruhan ( PNS dan NON PNS) yang sudah sertifikasi 4128 atau sekitar 50 persen," kata Plt Dinas Pendidikan Bulukumba, Ahmad Januaris, saat dihubungi Tribunbulukumba.com melalui telepon selulernya, Selasa (28/3/2017).

Tapi khusus untuk guru PNS itu sekitar 90 persen dari 3000 lebih guru. Ahmad menyampaikan bahwa yang banyak belum tersertifikasi adalah guru non PNS.

Ahmad menyampaikan tahun ini ada rencana pengulangan tes sertifikasi yang tahun lalu belum lulus. Program itu tiap tahunnya dilakukan dan berlaku bagi guru yang belum lulus sertifikasi tahun sebelummya.

Dia juga menegaskan agar para guru untuk tetap sesuai dengan data jumlah jam mengajarnya dilaporkan ke pusat. Dan sama yang dilaporkan ke Diknas di kabupaten. Sebab efek jika memanipulasi data bisa terkena sanksi seperti beberapa tahun sebelumnya.

Berita ini bersumber dari Tribun Bulukumba.
Share:

Facebook Page

Pesan Sponsor

loading...
Diberdayakan oleh Blogger.